KULIAH TAMU PEKERJA SOSIAL MEDIS, TANTANGAN, PELUANG DAN HARAPAN

Author : Administrator | Tuesday, March 20, 2012 00:00 WIB

Untuk meningkatkan profesionalisme pekerja sosial dalam bidang medis, Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial untuk kali pertama menghadirkan Jaimin,S.Ag,AKS, MPPS  ketua Umum Nasional Asosiasi Pekerja Sosial Medis Indonesia sebagai pemateri dalam kuliah tamu yang berlangsung di aula masjid A.R Fachrudin lantai 1 (20/3). Kuliah tamu yang mengusung tema “Pekerja sosial medis, peluang, tantangan dan harapan” ini dihadiri oleh seluruh angkatan Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial.

Melatarbelakangi adanya kebutuhan terhadap pratik pekerja sosial medis, Bapak Jaimin mengungkapkan bahwa kesadaran adanya persoalan penyakit dan kesehatan bukan saja dipengaruhi oleh faktor biofisik,  melainkan dipengaruhi juga oleh faktor ekonomi, sosial, dan emosional. Oleh sebab itu, ketika seseorang merasa sakit, seringan apapun penyakit yang dideritanya sudah pasti akan memberi dampak sosial. “Dan ini adalah ranah dari pekerja sosial medis. Misalnya, bagi mereka yang bekerja maka yang menjadi beban pikiran adalah bagaimana kelangsungan pekerjaannya, keluarganya dan anak-anaknya” jelasnya dalam mengawali materi.

Permaslahan yang menjadi kebingungan seorang pekerja sosial medis adalah perbedaan dari pekerja sosial medis dengan seorang psikologi yang keduanya juga merupakan unit layanan konseling. Melihat realita ini, Jaimin memaparkan bahwa seorang psikologi lebih mengarah pada kesehatan psikisnya sedangkan pekerja sosial lebih kental pada nuansa sosialnya. “Oleh karena itu, pekerja sosial harus menggerakkan orang-orang terdekat di lingkungan pasien dan turut memberikan kontribusi pada pasien untuk memberi dampak yang positif pada perkembangannya,” tuturnya.

Selanjutnya, pria kelahiran Boyolali ini menuturkan bahwa permasalahan pasien sangatlah kompleks, pasien yang sakit tidak selamanya melumpuhkan segala aktivitasnya. “Maka dengan sisa kesehatan yang dimiliki maka pasien harus tetap hidup, seorang pekerja sosial medis harus mampu mengantarkan akses kehidupannya untuk pasien,” jelas pria yang juga mendapatkan gelar S1 Agama Islam.

Oleh karena itu, pekerja sosial medis harus mampu memberikan advokasi pada masyarakat bahwa mereka yang sakit juga masih berhak untuk hidup layak. “Dengan cara mereka kita sambungkan kepada dinas ketenagakerjaan, sehingga pekerjaan apa yang tepat di saat mereka hanya memiliki tangan dan pikirannya untuk bekerja,” tambahnya.

Pada sesi ke dua, acara berlanjut dengan diskusi terbuka perihal peran pekerja sosial medis. Menurut Jaimin, sebagian besar masyarakat lebih memilih pada pelayanan tradional karena alasan untuk menjangkau jamkesmas itu sulit, “Realitanya, kecenderungan masyarakat memilih harga terendah, dan satu hal yang harus diketahui, pengobatan tradisional lebih sulit diketahui hasil pastinyakarena mereka hanya berdasarkan pengalaman saja,sedangkan di rumah sakit lebih sistematis karena dengan prosedur dan standart  yang sudah teruji,” jawab Jaimin dalam mengawali pertanyaan Zakaria, mahasiswa angkatan 2011.

Senada dengan materi yang disampaikan oleh Jaimin, Devilia mahasiswa angkatan 2011 pun menanyakan perihal pasien lebih membutuhkan  pekerja sosial medis atau seorang psikologi, “Mana yang  lebih baik ke psikologi atau pekerja sosial medis, maka pasien bisa dilayani dalam waktu yang sama, garis besarnya adalahpsikologi lebih ke arah terapi dengan menggunakan alat-alat psikologi, tapi pekerja sosial lebih ke hubungan sosial pasiennyadankeluarganya,” jawabnya

Sementara itu, Kusuma Wardhani mahasiswa asal Malang itu juga menanyakan perihal jumlah pasien yang harus ditangani pekerja sosial. Menurut Jaimin seorang pekerja sosial harus bisa memilih mengenai kasus pasien yang lebih mendesak. “Jadi jika pasiennya banyak maka tidak semua pasien ditangani tapi mencari permasalahan pasien yang lebih mendesak,” tuturnya

Berbeda dengan pertanyaan yang di ungkapkan oleh Sepantri Maulidya, Jaimin, memaparkan bahwa di indonesia peksos sangat minim, sedangkan jumlah rumah sakit yang memiliki seorang Pekerja sosial medis salah satunya adalah Rumah Sakit Kandau, Rumah SakitSurabaya, Rumah SakitFatmawati, dan beberapa RS yang ada di Indodesia.

Diskusipun berjalan dengan lancar melihat antusias para mahasiswa dalam merespon adanya peran pekerja sosial dalam kuliah tamu tersebut.

Sementara itu, Juli Astutik, ketua jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial menjelaskan, tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk mensosialisasikan kepada mahasiswa agar mengetahui adanya peran pekerja sosial medis yang memiliki peluang di rumah sakit dengan bekerja sama dengan tim medis kedokteran, Fikes dan Psikologi. “Oleh karena itu semoga kegiatan ini mampu membuka cakrawala mahasiswa pekerja sosial medis untuk di seting di rumah sakit serta dengan keberadaan Rumah Sakit Pendidikan UMM ini, nantinya akan semakin memperjelas posisi seorang pekerja sosial medis di rumah sakit tersebut” jelasnya. m_nik

 

 

Untuk meningkatkan profesionalisme pekerja sosial dalam bidang medis, Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial untuk kali pertama menghadirkan Jaimin,S.Ag,AKS, MPPS  ketua Umum Nasional Asosiasi Pekerja Sosial Medis Indonesia sebagai pemateri dalam kuliah tamu yang berlangsung di aula masjid A.R Fachrudin lantai 1 (20/3). Kuliah tamu yang mengusung tema “Pekerja sosial medis, peluang, tantangan dan harapan” ini dihadiri oleh seluruh angkatan Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial.

Melatarbelakangi adanya kebutuhan terhadap pratik pekerja sosial medis, Bapak Jaimin mengungkapkan bahwa kesadaran adanya persoalan penyakit dan kesehatan bukan saja dipengaruhi oleh faktor biofisik,  melainkan dipengaruhi juga oleh faktor ekonomi, sosial, dan emosional. Oleh sebab itu, ketika seseorang merasa sakit, seringan apapun penyakit yang dideritanya sudah pasti akan memberi dampak sosial. “Dan ini adalah ranah dari pekerja sosial medis. Misalnya, bagi mereka yang bekerja maka yang menjadi beban pikiran adalah bagaimana kelangsungan pekerjaannya, keluarganya dan anak-anaknya” jelasnya dalam mengawali materi.

Permaslahan yang menjadi kebingungan seorang pekerja sosial medis adalah perbedaan dari pekerja sosial medis dengan seorang psikologi yang keduanya juga merupakan unit layanan konseling. Melihat realita ini, Jaimin memaparkan bahwa seorang psikologi lebih mengarah pada kesehatan psikisnya sedangkan pekerja sosial lebih kental pada nuansa sosialnya. “Oleh karena itu, pekerja sosial harus menggerakkan orang-orang terdekat di lingkungan pasien dan turut memberikan kontribusi pada pasien untuk memberi dampak yang positif pada perkembangannya,” tuturnya.

Selanjutnya, pria kelahiran Boyolali ini menuturkan bahwa permasalahan pasien sangatlah kompleks, pasien yang sakit tidak selamanya melumpuhkan segala aktivitasnya. “Maka dengan sisa kesehatan yang dimiliki maka pasien harus tetap hidup, seorang pekerja sosial medis harus mampu mengantarkan akses kehidupannya untuk pasien,” jelas pria yang juga mendapatkan gelar S1 Agama Islam.

Oleh karena itu, pekerja sosial medis harus mampu memberikan advokasi pada masyarakat bahwa mereka yang sakit juga masih berhak untuk hidup layak. “Dengan cara mereka kita sambungkan kepada dinas ketenagakerjaan, sehingga pekerjaan apa yang tepat di saat mereka hanya memiliki tangan dan pikirannya untuk bekerja,” tambahnya.

Pada sesi ke dua, acara berlanjut dengan diskusi terbuka perihal peran pekerja sosial medis. Menurut Jaimin, sebagian besar masyarakat lebih memilih pada pelayanan tradional karena alasan untuk menjangkau jamkesmas itu sulit, “Realitanya, kecenderungan masyarakat memilih harga terendah, dan satu hal yang harus diketahui, pengobatan tradisional lebih sulit diketahui hasil pastinyakarena mereka hanya berdasarkan pengalaman saja,sedangkan di rumah sakit lebih sistematis karena dengan prosedur dan standart  yang sudah teruji,” jawab Jaimin dalam mengawali pertanyaan Zakaria, mahasiswa angkatan 2011.

Senada dengan materi yang disampaikan oleh Jaimin, Devilia mahasiswa angkatan 2011 pun menanyakan perihal pasien lebih membutuhkan  pekerja sosial medis atau seorang psikologi, “Mana yang  lebih baik ke psikologi atau pekerja sosial medis, maka pasien bisa dilayani dalam waktu yang sama, garis besarnya adalahpsikologi lebih ke arah terapi dengan menggunakan alat-alat psikologi, tapi pekerja sosial lebih ke hubungan sosial pasiennyadankeluarganya,” jawabnya

Sementara itu, Kusuma Wardhani mahasiswa asal Malang itu juga menanyakan perihal jumlah pasien yang harus ditangani pekerja sosial. Menurut Jaimin seorang pekerja sosial harus bisa memilih mengenai kasus pasien yang lebih mendesak. “Jadi jika pasiennya banyak maka tidak semua pasien ditangani tapi mencari permasalahan pasien yang lebih mendesak,” tuturnya

Berbeda dengan pertanyaan yang di ungkapkan oleh Sepantri Maulidya, Jaimin, memaparkan bahwa di indonesia peksos sangat minim, sedangkan jumlah rumah sakit yang memiliki seorang Pekerja sosial medis salah satunya adalah Rumah Sakit Kandau, Rumah SakitSurabaya, Rumah SakitFatmawati, dan beberapa RS yang ada di Indodesia.

Diskusipun berjalan dengan lancar melihat antusias para mahasiswa dalam merespon adanya peran pekerja sosial dalam kuliah tamu tersebut.

Sementara itu, Juli Astutik, ketua jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial menjelaskan, tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk mensosialisasikan kepada mahasiswa agar mengetahui adanya peran pekerja sosial medis yang memiliki peluang di rumah sakit dengan bekerja sama dengan tim medis kedokteran, Fikes dan Psikologi. “Oleh karena itu semoga kegiatan ini mampu membuka cakrawala mahasiswa pekerja sosial medis untuk di seting di rumah sakit serta dengan keberadaan Rumah Sakit Pendidikan UMM ini, nantinya akan semakin memperjelas posisi seorang pekerja sosial medis di rumah sakit tersebut” jelasnya. m_nik

Untuk meningkatkan profesionalisme pekerja sosial dalam bidang medis, Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial untuk kali pertama menghadirkan Jaimin,S.Ag,AKS, MPPS  ketua Umum Nasional Asosiasi Pekerja Sosial Medis Indonesia sebagai pemateri dalam kuliah tamu yang berlangsung di aula masjid A.R Fachrudin lantai 1 (20/3). Kuliah tamu yang mengusung tema “Pekerja sosial medis, peluang, tantangan dan harapan” ini dihadiri oleh seluruh angkatan Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial.

Melatarbelakangi adanya kebutuhan terhadap pratik pekerja sosial medis, Bapak Jaimin mengungkapkan bahwa kesadaran adanya persoalan penyakit dan kesehatan bukan saja dipengaruhi oleh faktor biofisik,  melainkan dipengaruhi juga oleh faktor ekonomi, sosial, dan emosional. Oleh sebab itu, ketika seseorang merasa sakit, seringan apapun penyakit yang dideritanya sudah pasti akan memberi dampak sosial. “Dan ini adalah ranah dari pekerja sosial medis. Misalnya, bagi mereka yang bekerja maka yang menjadi beban pikiran adalah bagaimana kelangsungan pekerjaannya, keluarganya dan anak-anaknya” jelasnya dalam mengawali materi.

Permaslahan yang menjadi kebingungan seorang pekerja sosial medis adalah perbedaan dari pekerja sosial medis dengan seorang psikologi yang keduanya juga merupakan unit layanan konseling. Melihat realita ini, Jaimin memaparkan bahwa seorang psikologi lebih mengarah pada kesehatan psikisnya sedangkan pekerja sosial lebih kental pada nuansa sosialnya. “Oleh karena itu, pekerja sosial harus menggerakkan orang-orang terdekat di lingkungan pasien dan turut memberikan kontribusi pada pasien untuk memberi dampak yang positif pada perkembangannya,” tuturnya.

Selanjutnya, pria kelahiran Boyolali ini menuturkan bahwa permasalahan pasien sangatlah kompleks, pasien yang sakit tidak selamanya melumpuhkan segala aktivitasnya. “Maka dengan sisa kesehatan yang dimiliki maka pasien harus tetap hidup, seorang pekerja sosial medis harus mampu mengantarkan akses kehidupannya untuk pasien,” jelas pria yang juga mendapatkan gelar S1 Agama Islam.

Oleh karena itu, pekerja sosial medis harus mampu memberikan advokasi pada masyarakat bahwa mereka yang sakit juga masih berhak untuk hidup layak. “Dengan cara mereka kita sambungkan kepada dinas ketenagakerjaan, sehingga pekerjaan apa yang tepat di saat mereka hanya memiliki tangan dan pikirannya untuk bekerja,” tambahnya.

Pada sesi ke dua, acara berlanjut dengan diskusi terbuka perihal peran pekerja sosial medis. Menurut Jaimin, sebagian besar masyarakat lebih memilih pada pelayanan tradional karena alasan untuk menjangkau jamkesmas itu sulit, “Realitanya, kecenderungan masyarakat memilih harga terendah, dan satu hal yang harus diketahui, pengobatan tradisional lebih sulit diketahui hasil pastinyakarena mereka hanya berdasarkan pengalaman saja,sedangkan di rumah sakit lebih sistematis karena dengan prosedur dan standart  yang sudah teruji,” jawab Jaimin dalam mengawali pertanyaan Zakaria, mahasiswa angkatan 2011.

Senada dengan materi yang disampaikan oleh Jaimin, Devilia mahasiswa angkatan 2011 pun menanyakan perihal pasien lebih membutuhkan  pekerja sosial medis atau seorang psikologi, “Mana yang  lebih baik ke psikologi atau pekerja sosial medis, maka pasien bisa dilayani dalam waktu yang sama, garis besarnya adalahpsikologi lebih ke arah terapi dengan menggunakan alat-alat psikologi, tapi pekerja sosial lebih ke hubungan sosial pasiennyadankeluarganya,” jawabnya

Sementara itu, Kusuma Wardhani mahasiswa asal Malang itu juga menanyakan perihal jumlah pasien yang harus ditangani pekerja sosial. Menurut Jaimin seorang pekerja sosial harus bisa memilih mengenai kasus pasien yang lebih mendesak. “Jadi jika pasiennya banyak maka tidak semua pasien ditangani tapi mencari permasalahan pasien yang lebih mendesak,” tuturnya

Berbeda dengan pertanyaan yang di ungkapkan oleh Sepantri Maulidya, Jaimin, memaparkan bahwa di indonesia peksos sangat minim, sedangkan jumlah rumah sakit yang memiliki seorang Pekerja sosial medis salah satunya adalah Rumah Sakit Kandau, Rumah SakitSurabaya, Rumah SakitFatmawati, dan beberapa RS yang ada di Indodesia.

Diskusipun berjalan dengan lancar melihat antusias para mahasiswa dalam merespon adanya peran pekerja sosial dalam kuliah tamu tersebut.

Sementara itu, Juli Astutik, ketua jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial menjelaskan, tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk mensosialisasikan kepada mahasiswa agar mengetahui adanya peran pekerja sosial medis yang memiliki peluang di rumah sakit dengan bekerja sama dengan tim medis kedokteran, Fikes dan Psikologi. “Oleh karena itu semoga kegiatan ini mampu membuka cakrawala mahasiswa pekerja sosial medis untuk di seting di rumah sakit serta dengan keberadaan Rumah Sakit Pendidikan UMM ini, nantinya akan semakin memperjelas posisi seorang pekerja sosial medis di rumah sakit tersebut” jelasnya. m_nik

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tanggal : 20 March 2012
Tempat : AULA MASJID LANTAI I KAMPUS III
Shared: